TIMES SUMBAWA, SUMBA TIMUR – Sejumlah da’i dan da’iyah di Kabupaten Sumba Timur mendapat materi pembinaan dari Ketua Pengadilan Agama Waingapu (PA Waingapu) yang diselenggarakan oleh Seksi Bimas Islam Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumba Timur.
Ketua PA Waingapu H. Fahrurrozi Selasa (18/11/2025) mengatakan, pembinaan sejumlah Da’i dan Da’iyah di Sumba Timur bertujuan untuk memperkuat keimanan, memperbaiki akhlak, menata kehidupan sosial yang harmonis serta menjauhkan masyarakat dari berbagai perbuatan yang merusak diri, keluarga maupun lingkungan.
“Penting saya tegaskan bahwa tujuan dakwah bukan memperbanyak jumlah umat atau memaksa orang memeluk Islam karena Allah menegaskan dengan sangat jelas dalam Alquran bahwa tidak ada paksaan dalam agama,”katanya.
Menurut Fahrurrozi, keberagaman adalah ketetapan Allah karena itu dakwah tidak diarahkan untuk menyeragamkan keyakinan tetapi untuk menghadirkan kebaikan, akhlak dan petunjuk bagi siapapun yang ingin mendekat kepada Allah dengan kesadaran sendiri.
Dakwah menurut Al-Qur'an yakni memahami kondisi masyarakat setempat, mengetahui kebutuhan masyarakat menyampaikan dengan baik bersikap dan berperilaku moderat serta memberikan keteladanan.
Fahrurrozi menjelaskan, dakwah di Kabupaten Sumba Timur menuntut para da’i dan da’iyah untuk benar-benar menjunjung tinggi sikap moderat dalam setiap aktivitasnya.
“Moderasi menjadi prinsip yang sangat penting karena masyarakat Sumba Timur hidup dalam keragaman agama, adat dan budaya yang sudah lama terpelihara secara harmonis,”ungkapnya .
Selain itu, para da’i dan da’iyah harus mampu menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan tokoh-tokoh agama lainnya seperti Pendeta dan Pastor sebagai bagian dari upaya memelihara keharmonisan serta membangun saling pengertian lintas agama.
Lanjut Fahrurrozi, dalam penyampaikan dakwah yag santun, lembut dan mudah dipahami dan sesuai situasi masyarakat sehingga dakwah di Sumba Timur dapat memperkuat citra Islam sebagai Agama yang damai dan membawa ketenteraman.
Ditambahkannya, mengkritik praktik keagamaan yang telah menjadi tradisi masyarakat seperti Tahlilan, pembacaan Diba’ (barzanji), perayaan Maulud Nabi dan berbagai kegiatan sosial keagamaan lainnya.
Bukan hanya merusak kerukunan tetapi juga dapat menimbulkan kesan bahwa Da’i dan Da’iyah kurang memahami khazanah Islam nusantara atau tidak cukup mengenal kultur masyarakat setempat.
“Maka marilah kita menunjukkan sikap moderat dengan keluasan ilmu, kedewasaan dakwah dan kemampuan membaca realitas sosial dengan benar,”terang Fahrurrozi.(*)
| Pewarta | : Moh Habibudin |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |