TIMES SUMBAWA, YOGYAKARTA – Ribuan masyarakat memadati kompleks Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta Kamis (4/9/2025) malam. Mereka ingin ikut ambil bagian sekaligus menyaksikan salah satu prosesi langka dalam rangkaian Hajad Dalem Sekaten Tahun Dal 1959 yakni Jejak Banon pada prosesi Kondur Gangsa.
Tradisi sakral yang hanya digelar setiap delapan tahun sekali ini dipimpin langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X yang merupakan Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY.
Dalam balutan baju takwa biru bermotif bunga, Sri Sultan tampil sederhana namun tetap berwibawa. Didampingi GKR Mangkubumi, GKR Bendara, para menantu, serta perwakilan Kadipaten Pakualaman, Sultan mengawali prosesi dengan membagikan udhik-udhik berisi bunga, koin, dan biji-bijian.
Terlihat, lautan manusia ikut berebut dengan penuh semangat. Mereka meyakini benda tersebut membawa berkah dan keberuntungan. Tradisi yang sudah turun temurun ratusan tahun ini pun terus lestari dan terjaga.
Momen Sakral Jejak Banon
Usai pembagian udhik-udhik, Sultan memasuki serambi Masjid Gedhe untuk mengikuti pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dipimpin Kiai Penghulu Keraton. Lantunan kisah penuh hikmah dalam bahasa Jawa membuat suasana hening dan khusyuk.
Puncak prosesi tiba saat Sultan menapakkan kaki di atas tumpukan bata yang disusun di sisi selatan Masjid Gedhe. Prosesi Jejak Banon, atau disebut juga Jejak Beteng, sarat dengan makna spiritual dan budaya.
Koordinator Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro, menjelaskan bahwa Jejak Banon bukan sekadar simbol ritual.
“Ini melambangkan lahirnya tatanan baru ketika masyarakat Jawa menerima ajaran Islam. Jejak Banon juga menjadi pesan spiritual agar berani menghadapi perubahan tanpa meninggalkan akar budaya,” ungkap KRT Kusumonegoro.
KRT Kusumonegoro menambahkan, langkah Sultan di atas Banon merupakan representasi leluhur yang berani mengambil keputusan besar bagi kehidupan masyarakat. Tradisi ini digelar pada Garebeg Mulud Tahun Dal karena diyakini Nabi Muhammad SAW lahir pada Tahun Dal.
Antusiasme Warga dan Berkah yang Lama Ditunggu
Antusiasme warga terlihat sejak sore hari. Rahma (43), warga Kotagede, mengaku rela datang lebih awal demi bisa menyaksikan langsung prosesi Jejak Banon.
“Saya senang sekali bisa melihat Sri Sultan melakukan Jejak Banon. Rasanya seperti mendapat keberkahan. Udhik-udhiknya saya simpan di rumah, semoga membawa rezeki,” ujarnya dengan wajah sumringah.
Hal serupa disampaikan Wahyu (28), warga Bantul, yang berhasil mendapatkan beberapa biji-bijian dari udhik-udhik.
“Ini pengalaman langka, mungkin baru bisa saya lihat lagi delapan tahun ke depan. Tradisi ini membuat saya merasa dekat dengan budaya Jawa sekaligus ajaran Islam,” katanya.
Rangkaian Grebeg Maulud 2025
Prosesi Jejak Banon hanyalah salah satu dari rangkaian panjang Grebeg Maulud 2025 yang diselenggarakan Keraton Yogyakarta. Berikut beberapa rangkaian kegiatan yang berlangsung sepanjang bulan Mulud Dal 1959:
- Sekatenan – dimulai dengan ditabuhnya gamelan pusaka Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo di pagongan utara dan selatan Masjid Gedhe Kauman.
- Numplak Wajik – prosesi menata wajik sebagai bagian dari persiapan gunungan yang akan diarak saat Grebeg.
- Jejak Banon (Kondur Gangsa) – tradisi sakral yang hanya muncul delapan tahun sekali, dilaksanakan oleh Sri Sultan.
- Pengajian dan Pembacaan Riwayat Nabi Muhammad SAW – dihadiri abdi dalem, ulama, dan masyarakat.
- Grebeg Gunungan – puncak perayaan dengan arak-arakan gunungan dari Keraton menuju Masjid Gedhe, kemudian dibagikan kepada masyarakat sebagai simbol berkah.
Rangkaian Grebeg Maulud tahun ini kembali menegaskan peran Keraton Yogyakarta sebagai penjaga tradisi, sekaligus perekat harmoni antara budaya Jawa dan nilai-nilai Islam.
Bagi masyarakat, setiap prosesi bukan hanya tontonan, melainkan juga tuntunan. Tradisi yang diwariskan ratusan tahun ini tetap lestari dan selalu dinanti. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tradisi Sakral Jejak Banon di Grebeg Maulud 2025, Ribuan Warga Padati Keraton Yogyakarta
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Ronny Wicaksono |